Oleh : Kak Momount
Tujuan pendidikan nasional salah satunya
adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya, yaitu: manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin,
memiliki etos kerja yang tinggi, bertanggung jawab, serta sehat jasmani dan
rohani.
Hal tersebut dapat tercapai melalui kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler yang
dapat dilakukan di sekolah diantaranya adalah kepramukaan yang dilakukan oleh
gerakan Pramuka. Pendidikan kepramukaan dilaksanakan melalui gugus depan
gerakan pramuka yang berpangkalan di sekolah yang bersangkutan. Program
kegiatan ektrakurikuler ini memiliki tujuan sebagai wadah pembinaan bagi
anak-anak dan pemuda Indonesia dengan prinsip-prinsip metode kepramukaan yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan kepentingan dan perkembangan bangsa
dan negara Indonesia.
Sementara itu tujuan pembinaan
ekstrakurikuler dibidang kepramukaan di sekolah adalah untuk menunjang kegiatan
belajar mengajar, khususnya di bidang pembinaan ke peserta didik dalam
pembentukan watak dan kepribadian peserta didik melalui kegiatan kepramukaan.
Salah satu perwujudanya adalah dalam penyelesaian syarat kecapakan umum (SKU)
dan syarat kecakapan khusus (SKK) serta syarat Pramuka Garuda (SPG).
Kwartir Daerah Jawa Tengah melalui ketuanya
Siti Atikoh Supriyanti telah mencanangkan program untuk melaksananakan
percepatan target pencapaian Pramuka Garuda sejak tahun 2019. Hal tersebut
tercantum dalam tujuh prioritas yang tertuang dalam rencana kerja tahun
2019-2023, yakni penguatan Kwarda, penguatan gugus
depan dan satuan karya Pramuka, penguatan Pusdiklatda dan Pusdiklatcab,
penguatan kehumasan, optimalisasi pusat kegiatan kepramukaan “Candra Birawa,”
penguatan kepedulian anggota Pramuka dan penguatan Pramuka Garuda.
Untuk mencapai prioritas pencapaian tersebut, diperlukan dukungan dari semua pihak baik itu peserta didik, para Pembina, andalan dan pengurus kwartir lainya untuk bisa meraih keberhasilan dalam pencapaian program program yang akan dilaksanakan. Dari beberapa prioritas, yang perlu menjadikan perhatian bagi kita adalah penguatan Pramuka Garuda.
Pramuka Garuda adalah sebutan bagi anggota
muda (peserta didik) Gerakan Pramuka yang telah mencapai kecakapan dan
penghargaan tertinggi dalam jenjang pendidikannya masing-masing. Maka dikenal
adanya Pramuka Garuda golongan Siaga , Pramuka Garuda golongan Penggalang,
Pramuka Garuda golongan Penegak , dan Pramuka Garuda golongan Pandega. .
Dalam Gerakan Pramuka, setiap
langkah kegiatan harus mengimplementasikan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode
Kepramukaan. Salah satu Metode kepramukaan yang kita kenal yaitu sistem
penghargaan /merit system (dulu dikenal dengan istilah sistem tanda kecakapan).
Kecakapan dalam kurikulum kepramukaan meliputi Kecakapan Umum dan Kecakapan
Khusus, bermuara pada kompetensi dan keunggulan. Kriteria kecakapan umum
disajikan dalam Syarat-syarat Kecakapan Umum (SKU), kecakapan yang harus
dicapai oleh setiap anggota gerakan pramuka pada jenjangnya masing-masing.
Dikuatkan dengan kecakapan khusus sebagai kompetensi penguatan dan tambahan
sesuai minat dan bakat yang dimiliki dan sesuai dengan kehendak peserta didik.
Sesuai dengan tujuan Gerakan Pramuka, setiap pramuka juga diharapkan
menjadi manusia yang berkepribadian. Ia
menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya pribadi, keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara, bahkan alam semesta. Maka bukan saja sisi keunggulan
kompetensi yang diraih dalam kepramukaan, namun juga dimensi keteladan.
Sehingga pramuka mendorong terbentuknya manusia-manusia teladan. Karena itulah
dikenal istilah Pramuka Garuda. Pramuka
yang bukan saja unggul kompetensinya, juga memiliki sifat keteladan yang layak
ditiru dan dibanggakan. Kriteria untuk
menilai seseorang layak menjadi pramuka garuda dikenal dengan sebutan Syarat
Pramuka Garuda (SPG).
Untuk mencapai jenjang Pramuka Garuda, dibutuhkan peran Pembina dalam memotivasi peserta didiknya agar dapat menyelesaikan syarat kecakapn umum dan syarat kecakapan khusus di masing masing golongan. Ini akan berjalan bilamana Pembina tersebut dapat memahami perannya dalam gugus depan, jika tidak, maka pencapaian SKU dan SKK bagi peserta didik tidak akan berjalan, atau bisa berjalan namun kualitasnya tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Yang terjadi dilapangan saat ini, masih
banyak Pembina pramuka dipangkalan yang tidak memahami prosedur dan tata cara
untuk mencetak peserta didiknya menjadi seorang Pramuka Garuda. Ketidak tahuan ini
yang kemudian menjadikan pencapaian target Pramuka Garuda di tingkat Daerah
menjadi tersendat. Lalu, dimana peran pelatih Pembina pramuka dalam hal
ini? Sebelum itu, marilah kita mengulas
tentang peran pelatih Pembina terlebih dahulu.
Yang pertama adalah untuk mengetahui peran pelatih
pembina Pramuka masa kini dalam kaitannya dengan pendidikan orang dewasa, dan untuk
menjelaskan peran strategis tersebut dalam meningkatkan kualitas pendidikan
Kepramukaan terutama untuk pencapaian Pramuka Garuda.
Pramuka bagi anggota dewasa bukan lagi permainan, tetapi
suatu tugas yang memerlukan keikhlasan, kerelaan, dan pengabdian. Orang dewasa
ini mempunyai kewajiban untuk secara sukarela membaktikan dirinya demi
suksesnya pencapaian tujuan organisasi. Konsep
pendidikan orang dewasa atau dengan kata lain sering disebut dengan andragogi,
merupakan sebuah konsep yang tepat dalam implementasi pendidikan dan pelatihan
pembina Pramuka. Pelatih pembina dapat mengadopsi atau berpedoman pada konsep
Andragogi ketika melaksanakan pendidikan dan pelatihan Kepramukaan bagi pembina
Pramuka.
Andragogi berasal dan bahasa Yunani “Andros” artinya orang
dewasa, dan “Agogus” artinya memimpin. lstilah lain yang kerap kali dipakai
sebagai perbandingan adalah “Pedagogi” yang ditarik dari kata “Paid” artinya
anak dan “Agogus” artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni
dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni atau
pengetahuan mengajar anak, maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa
jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu,
menurut (Kartini Kartono, 1997), andragogi adalah ilmu membentuk manusia; yaitu
membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan
sosialnya (Muta’alimin, 2009).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
andragogi merupakan cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman yang
bermakna suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik
sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu.
Selain itu, andragogy juga merupakan suatu proses belajar yang diarahkan
sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan
belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.
Tujuan pendidikan orang dewasa adalah untuk membantu mereka
melakukan penyesuaian psikologis dengan kondisi sosial. Kemudian andagogi dapat
melengkapi keterampilan yang diperlukan orang dewasa untuk menemukan dan
memecahkan masalah yang menekankan pemecahan dengan keterampilan bukan isi.
Andagogi juga untuk menolong merubah kondisi sosial orang dewasa. Selain itu,
andagogi memberi bantuan agar orang dewasa menjadi individu bebas dan otonom
(Suprijanto, 2007).
Maka benang merah yang dapat ditarik dari konsep pendidikan
orang dewasa di atas adalah bahwa Gerakan Pramuka dalam pelatihan pembina
Pramuka sangat erat bertumpu pada konsep andragogi tersebut. Andragogi adalah
proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman
belajar seperti yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan Gerakan Pramuka. Hal
penting lainya yang perlu diperhatikan dalam penerapan konsep pendidikan orang
dewasa dalam Gerakan Pramuka adalah bahwa filosofi pendidikan Ki Hajar
Dewantara dimana pembina merupakaan teladan bagi sesama Pramuka.
Dari pembahasan hal hal diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
peran pelatih Pembina Pramuka adalah sebagai berikut: sebagai pelopor, sebagai
mediator, dan sebagai motivator. Untuk lebih jelasnya, ketiga peran tersebut
dijabarkan dalam pembahasan di bawah ini:
Sebagai Pelopor
Peran pelatih Pembina pramuka sebagai pelopor
dalam hal ini adalah seseorang yang pertama kali memasuki daerah tertentu,
sehingga ia harus menemukan jalan untuk kemajuan daerah tersbut. Karakteristik
untuk pekerjaan pelopor (yang disebut pionir) adalah kesulitan yang mereka
jalani dan usaha besar yang harus mempertahankan banyak fitur yang masih
hilang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pelopor berarti yg berjalan
terdahulu; yang berjalan di depan.
Terkait dengan pelatih Pembina Pramuka,
pelatih pembina harus mampu menjadi yang pertama dalam menggagas pembinaan
Kepramukan yang berkualitas oleh para pembina. Pelatih pembina harus memastikan
bahwa pembina memiliki kompetensi yang memadai untuk membina satuan Pramuka
hingga nantinya dapat mencetak peerta didik yang berkualitas, dapat
menyelesaikan SKU dan SKK serta menyelesaikan SYarat Pramuka Garuda sesuai
golongan masing masing. Jadi pelatih
pembina identik sebagai sosok individu yang berusia produktif dan mempunyai
karakter khas yang spesifik yaitu revolusioner, optimis, berpikiran maju,
memiliki moralitas, dsb. Kelemahan mecolok dari seorang pelatih pembina adalah
kontrol diri yang matang dengan kelebihan pelatih pembina yang paling menonjol
adalah mau menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural
dengan menjadi pelopor perubahan itu sendiri.
Peran penting dari seorang pelatih pembina
lainnya adalah pada kemampuannya melakukan perubahan. Perubahan menjadi
indikator suatu keberhasilan dalam Gerakan Pramuka. Perubahan menjadi sebuah
kata yang memiliki daya magis yang sangat kuat sehingga membuat gentar orang
yang mendengarnya, terutama mereka yang telah merasakan kenikmatan dalam iklim
status quo. Kekuatannya begitu besar hingga dapat menggerakkan kinerja
seseorang menjadi lebih produktif. Keinginan akan suatu perubahan melahikar
sosok pribadi yang berjiwa optimis. Optimis bahwa hari depan Gerakan Pramuka
pasti lebih baik.
Pelatih pembina Pramuka sebagai pelopor
menuntut pelatih pembina agar memberikan kesempatan kepada para pembina untuk
mengembangkan pribadinya, bakatnya, kemampuannya, cita-citanya melalui konsep
andragogi. Dalam hal ini, pelatih pembina mengedepankan proses pendidikan yang
berorientasi pada peserta didik (Students-Centered).
Selain itu, pelatih pembina Pramuka wajib
bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan kode kehormatan Pramuka. Kemudian
pelatih pembina Pramuka dapat menerapkan model pembisaaan dalam rangka
memainkan perannya sebagai pelopor. Hal ini sejalan dengan pendidikan karakter
dalam Al Quran yang menekankan keseimbangan antara ilmu dan amal, praktik
keilmuan melalui pembiasaan. Islam sangat memperhatikan aspek penerapan ilmu
karena proses pendidikan perilaku tanpa didukung dengan pembiasaan diri, maka
pendidikan itu hanya menjadi angan-angan belaka (Syafri, 2012).
Sebagai
Mediator
Pelatih pembina sebagai mediator adalah
orang yang mampu membantu menyelesikan permasalahan pembinaan Kepramukaan di
satuan atau di daerahnya. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak
dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.
Dalam konteks yang lebih luas Gerakan
Pramuka bisa digunakan sebagai mediator pembentukan karakter bangsa untuk
menanamkan nilai positif dari keanekaragaman budaya yang dimiliki bangsa
Indonesia. oleh karena itu, pelatih pembina harus lebih dulu mengambil alih
peran mediator tersebut sebelum mendidik dan melatih para pembina Pramuka dan
para anggota Pramuka secara luas agar menjadi agen atau mediator perubahan
karakter generasi muda.
Sebagai mediator pelatih pembina hendaknya
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan
Kepramukaan karena hal tersebut merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses pendidikan Kepramukaan. Dengan demikian jelaslah bahwa
Gerakan Pramuka merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi
dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan di Indonesia.
Sebagai mediator pelatih pembina hendaknya
menciptakan kualitas lingkungan yang interaktif secara maksimal, mengatur arus
kegiatan pembina, menampung semua persoalan yang diajukan para pembina dan
mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada pembina yang lain untuk dijawab
dan dipecahkannnya, lalu pelatih pembina bersama pembina lainnya harus menarik
kesimpulan atas jawaban masalah sebagai hasil belajar. Untuk itu pelatih
pembina harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang
berinteraksi dan berkomunikasi.
Pelatih pembina sebagai mediator juga
menempatkan pelatih pembina sebagai sumber belajar yang berarti bahwa mereka
menjadi kunci dalam setiap latihan dan kegiatan Kepramukaan. Pelatih pembina
harus merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi setiap latihan yang
diberikan. Kegiatan Kepramukaan harus dilakukan dalam bentuk kegiatan nyata
dengan contoh-contoh nyata, dimengerti dan dihayati, atas dasar minat dan karsa
para peserta didik.
Dalam hal ini pelatih pembina dituntut
untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan wawasan yang luas. Pelatih pembina
wajib mempunyai ilmu dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan dan
pelatihan yang sesuai. Apabila pelatih pembina memiliki kompetensi yang
memadai, tentu saja proses pembinaan Kepramukaan dapat menjamin meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan para pembina lainnya. Hal ini sejalan dengan
konsep andragogy bahwa pendidikan ornag dewasa dapat melengkapi keterampilan
yang diperlukan orang dewasa untuk menemukan dan memecahkan masalah yang
menekankan pemecahan dengan keterampilan bukan isi (Suprijanto, 2007).
Sebagai
Motivator
Peran pelatih pembina sebagai motivator
harus memastikan para pembina lain mempunyai semangat dan motivasi yang tinggi.
Dalam hal ini, pelatih Pembina dapat memperhatikan unsur-unsur pendidikan
melalui proses (1) belajar untuk berfikir; (2) belajar untuk melakukan; (3)
belajar untuk menjadi dirinya sendiri; dan (4) belajar untuk hidup bersama.
Selain itu, pelatih pembina dapat pula memperhatikan konsep andragogi seperti
yang telah dijelaskan pada bab dua makalah ini.
Adisusilo (2012) menjelaskan bahwa motivasi
adalah daya dorong yang memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau
melakukan sesuatu. Oleh karena itu, pelatih pembina sangat berperan dalam
menumbuhkan motivasi dengan cara menunjukkan pentingnya pengalaman dan materi
Kepramukaan bagi kehidupan pembina secara khusus dan peserta didik di kemudian
hari.
Dalam Islam, motivasi harus diberikan
dengan mengikuti fitrah manusia karena motivasi menyentuh sifat dasar manusia
(fitrah) yang menyukai kebaikan dan membenci keburukan, motivasi ini akan
menyeimbangkan aspek akal, jasmani, serta jiwa atau hati. Ketiganya harus
seimbang, tidak pincang (Syafri, 2012).
Kesimpulannya, Pelatih Pembina Pramuka
dituntut untuk dapat memberikan pemahaman bagi para Pembina Pramuka di
daerahnya, tidak hanya saat melaksanakan Kursus Pembina Pramuka, namun juga
melakukan kontroling, monitoring dan bimbingan melalui kwartir ranting di
wilayahnya agar nantinya para Pembina dapat menyamakan persepsi terutama untuk
dapat mencetak Pramuka Garuda berkualitas sesuai standar yang diharapkan.
Akan tetapi ini juga menjadi tugas Pusdik,
dimana para pelatih ini bernaung. Pusdiklat harus mampu menyeragamkan visi dan
misi para pelatih Pembina Pramuka tentang pencapaian Pramuka Garuda, baik
prosedur, Persyaratan maupun hal hal lain msialnya penyusunan portofolio,
penampilan peserta didik dan lainnya. Pusdiklat
dapat mengusulkan program kepada Kwartir Cabang atau Kwartir Daerah untuk
menyelenggarakan kegiatan Gelar SKU atau Gelar Pramuka Garuda serentak. Atau
kegiatan lain yang outputnya nanti adalah Pramuka Garuda berkualitas.
Selain itu pusdiklat juga dapat memberikan
dukungan kepada kwartir ranting untuk dapat melaksanakan uji pramuka Garuda di
ranting tanpa mengurangi esensi dari seleksi Pramuka Garuda itu sendiri.
Sehingga para penguji Pramuka Garuda di tingkat ranting, kualifikasinya
akan sama dengan penguji Pramuka Garuda di tingkat Cabang atau Daerah. Yang
kemudian, hasil akhirnya adalah jumlah Pramuka Garuda yang dihasilkan bisa
lebih banyak bila dibandingkan seleksi Pramuka Garuda hanya dilakukan di
tingkat Kwartir Cabang saja.
Ambil contoh saja di Kota Semarang. Pada
tahun 2020, jumlah Pramuka Garuda yang dilantik tidak mencapai angka 50 dari
semua Golongan, baik Siaga, Penggalang, Penegak maupun Pandega. Saat itu uji
Pramuka Garuda dilaksanakan hanya di tingkat cabang. Namun di tahun 2021,
setelah pelaksanaan uji Pramuka Garuda didelegasikan ke masing masing Kwartir
Ranting yang ada di Kota Semarang, Jumlah Pramuka Garuda Yang dilantik pada
tanggal 10 November 2021 adalah sejumlah 253 Peserta.
Hal ini membuktikan banhwa peran pelatih
Pembina dibutuhkan untuk dapat memberikan pemahaman bagi Pembina di gugus depan
untuk dapat melaksanakan uji SKU dan SKK di pangkalan serta membimbing adik
adiknya untiuk dapat memenuhi Syarat Pramuka Garuda. Jika Pelatih Pembina Pramuka
tidak bergerak untuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang itu, maka
pencapaian target Pramuka Garuda di Jawa Tengah akan lamban pemenuhannya.
Aelain itu, dukungan dari berbagai pihak, termasuk dari gugus depan dan kwartir
ranting sangat berperan penting dalam percepatan pemenuhan Pramuka Garuda di
Jawa Tengah.
DAFTAR
PUSTAKA
https://irwanmaulana.blogspot.com/2018/03/pramuka-garuda-makin-bergengsi.html
Muta’allimin, M. 2009. Konsep
dan Metode Pembelajaran untuk Orang Dewasa (Online). Dapat diakses
pada: http://nasacenter.blogspot.com/2009/11/konsep-dan-metode-pembelajaran-untuk.html.
Pramuka Ma’arif. 2011. Saka
Wirakartika (Online). Dapat diakses pada: http://scoutingmaarif.wordpress.com/sakasatuan-karya/ saka-wira-kartika.
Saka Wirakartika Kayen. 2011. Saka
Wirakartika (Online). Dapat diakses pada: http://sakawirakartikakayen.blogspot.com/
Suprijanto,H. 2007. Pendidikan
Orang Dewasa; dari Teori hingga Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Syafri, Ulil Amri. 2012. Pendidikan
Karakter Berbasis Al-Qur’an. Depok: Rajagrafindo Persada, PT.
Tim Esensi Gerakan Pramuka.
2012. Mengenal Gerakan Pramuka. Jakarta: Penerbit Erlangga.
No comments:
Post a Comment