Thursday, November 15, 2012
VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG
Watugong yang berarti batu berbentuk gong, adalah nama kawasan di lintasan jalan raya Ungaran - Semarang. Ketenaran nama Watugong tidak hanya terbatas pada sebuah batu yang berbentuk gong tersebut. Bila melintas jalan raya dari arah Ungaran, di depan markas Kodam IV Diponegoro terdapat bangunan mirip menara namun unik. Itu adalah Pagoda Avalokitesvara atau juga disebut Metta Karuna yang berada dalam komplek Vihara Buddhagaya Watugong. Komplek seluas 2,5 hektar ini, meskipun adalah tempat ibadat penganut agama Buddha, namun cukup menarik untuk dikunjungi.
Menurut sejarah, vihara Buddhagaya Watugong didirikan pada tahun 1957, dan merupakan vihara pertama di Indonesia setelah keruntuhan kerajaan Majapahit. Saat itu berupa vihara kecil, dan sempat terlantar selama beberapa tahun. Hingga akhirnya Sangha Theravada Indonesia memprakarsai renovasi vihara Watugong menjadi sebuah vihara yang besar, indah, megah. Pada tahun 2006 vihara ini diresmikan kembali. Bahkan, MURI mencatat bangunan ini sebagai vihara tertinggi di Indonesia.
Pagoda Avalokitesvara memiliki tinggi bangunan 45 meter dengan 7 tingkat, yang bermakna bahwa seorang pertapa akan mencapai kesucian dalam tingkat ketujuh. Bagian dalam pagoda berbentuk segi delapan berukuran 15 x 15 meter. Pada tingkat 2 hingga 6 menampilkan patung Dewi Kwan Im, atau dewi welas asih. Dewi Kwan Im ditempatkan menghadap 4 penjuru mata angin guna memancarkan kasih sayangnya ke segala sudut arah mata angin. Selain itu sedikitnya ada 20 patung Kwan Im dipasang di sini.
Pada tingkat ketujuh terdapat patung Amitaba, yakni guru besar para dewa dan manusia. Di bagian puncak pagoda terdapat stupa untuk menyimpan relik (butir-butir mutiara) yang keluar dari Sang Buddha. Sayangnya tidak terdapat anak tangga untuk menuju ke puncak vihara, sehingga keindahan patung tersebut hanya bisa dinikmati dari kejauhan.
Yang membuat vihara ini menjadi lebih istimewa, beberapa bahan bangunan sengaja didatangkan dari Cina, seperti railing tangga batu, tiang batu yang berjumlah dua dengan ukiran menawan. Meskipun bahan baku lainnya masih diambil dari berbagai sumber di Indonesia.
Salah satu peninggalan vihara tua di Watugong ialah patung Buddha tidur di bawah pohon Sala. Konon, Sang Buddha dilahirkan di bawah pohon Sala, dan begitu pun saat meninggalnya. Buddha menghembuskan nafas terakhir di antara dua pohon Sala. Pohon ini menebarkan aroma harum saat sedang berbunga.
Patung Buddha tidur
Bangunan lainnya yang tak kalah penting ialah Gedung Vihara Avalokitesvara atau Dharmasala. Tempat ini sudah berdiri sejak 1955 dan disinilah pertama kali semua persatuan Buddhisme dihimpun. Gedung Dhammasala terdiri dari dua lantai. Lantai dasar digunakan untuk ruang aula serbaguna yang luas sedangkan lantai atas untuk ruang keagamaan. Di lantai atas ini terdapat patung Sang Buddha dengan posisi duduk yang merupakan duplikasi dari Buddha rupang di Candi Mendut.
Semuanya bagian dalam komplek Vihara ditata dengan rapi dipadukan dengan keasrian lingkungan, ditambah dengan keindahan arsitektur Tiongkok menjadikan tempat ini relatif menyenangkan untuk berziarah serta beribadah maupun sekedar untuk beristirahat dan bersantai.
Di lokasi vihara ini ditanam pohon Boddhi, yaitu pohon yang dianggap ‘berjasa’ kepada Sang Buddha Gotama pada saat mencapai Pencerahan Sempurna. Menurut cerita, seorang biksu bernama Naradha dari Srilanka pada tahun 1955 datang ke tempat ini membawa dua bibit pohon Boddhi. Pohon tersebut ditanam di Watugong dekat vihara dan tumbuh subur. Di bawah pohon ini terdapat patung Buddha duduk.
Jika sedang jalan-jalan di kota Semarang, tidak ada salahnya mengunjungi Vihara Buddhagaya Watugong ini untuk melihat keindahan arsitekturnya sambil berfoto bersama, atau berburu foto-foto ornamen yang unik untuk oleh-oleh saat wisata.
(teks Kratonpedia)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment